ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Nasional

Masa Pandemi Kenapa Orang Mudah Panic Buying?

Panic buying merupakan tindakan membeli sejumlah besar produk tertentu, karena ketakutan tiba-tiba kekurangan atau terjadi kenaikan harga.

Editor: Roy Ratumakin
Tribun-Papua.com/Aldi Bimantara
EKONOMI - Tampak etalase minyak goreng yang telah kosong, karena telah diborong oleh pembeli di Hypermart Mall Jayapura, Kamis (20/1/2022). 

TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Selama pandemi Covid-19, fenomena panic buying sering terjadi di Indonesia.

Untuk diketahui, panic buying merupakan tindakan membeli sejumlah besar produk atau komoditas tertentu, karena ketakutan tiba-tiba kekurangan atau terjadi kenaikan harga di waktu yang akan datang.

Hal tersebut dijumpai saat awal masa pandemi Covid-19 melanda Indonesia.

Masker, hand sanitizer, temulawak hingga susu beruang habis diborong oleh masyarakat.

Baca juga: Panic Buying, 1 Swalayan di Kota Jayapura Kehabisan Stok Minyak Goreng

Selain itu, baru-baru ini soal harga minyak goreng yang melambung hingga Rp 28 ribu.

Sehingga ketika pemerintah mensubsidi dan memberlakukan kebijakan minyak goreng dengan satu harga di seluruh Indonesia sebesar Rp 14.000 per liter.

Warga membludaki toko dan waralaba untuk mendapatkan minyak goreng harga murah.

Suasana Ramayana Mall Abepura dalam penjualan minyak goreng satu harga
Suasana Ramayana Mall Abepura dalam penjualan minyak goreng satu harga (Tribun-Papua.com/ Calvin)

Lantas Kenapa Orang Mudah Panic Buying?

Melihat fenomena panic buying semacam ini, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memandang ada beberapa aspek yang perlu disorot.

Pertama adalah lemahnya pemahaman konsumen terkait panic buying.

"Edukasi dan kesadaran masyarakat perlu terus ditingkatkan oleh semua pihak, berkaca dari banyak kejadian- sebelumnya," kata anggota Pengurus Harian YLKI Agus Suyatno, dikutip dari laman Kompas.com, Kamis (20/1/2022).

"Panic buying bukan tindakan yang smart, baik dari sisi ekonomi dan sosial," lanjut dia.

Baca juga: Hypermart Tanah Hitam Abepura Serukan Stop Panic Buying Minyak Goreng bagi Warga

Tak hanya di pihak konsumen, Agus juga melihat kebijakan yang dibuat pemerintah kurang spesifik dan lemah dalam pengawasan.

"Tidak ada yang salah dalam pemberian subsidi, namun jika tidak diimbangi dengan mekanisme dan pengawasan yang kuat di lapangan, justru akan menimbulkan masalah baru," jelas Agus.

Masalah yang dimaksud, misalnya adalah rentan terjadinya salah sasaran. Kelompok yang semestinya mendapatkan manfaat subsidi justru kalah oleh kelompok lain yang lebih berdaya secara ekonomi.

Sumber: Tribun Papua
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved