Nasional
KSP Sesalkan Demo Tolak DOB di Papua Berujung Ricuh
Unjuk rasa mahasiswa Papua menolak Daerah Otonomi Baru (DOB) di depan gedung Kemendagri Jakarta, pada Jumat (11/3/2022) berakhir ricuh.
TRIBUN-PAPUA.COM, JAKARTA – Unjuk rasa mahasiswa Papua menolak Daerah Otonomi Baru (DOB) di depan gedung Kemendagri Jakarta, pada Jumat (11/3/2022) berakhir ricuh.
Diketahui, pendemo terlibat bentrok dengan aparat keamanan, hingga menyebabkan satu anggota polisi terluka.
Deputi V Kepala Staf Kepresidenan RI Jaleswari Pramodhawardani pun menyesalkan insiden tersebut.
Baca juga: Ribuan Warga Lapago Demo Tolak DOB, Pendemo Duduki Kantor DPRD Jayawijaya
"Silahkan menyalurkan aspirasi karena ini adalah negara demokrasi. Tapi segala bentuk aksi kekerasan tidak ditolerir dan berhadapan dengan proses hukum," kata Jaleswari, di gedung Bina Graha Jakarta dalam rilis yang diterima Tribun-Papua.com, Jumat.
Kericuhan demo tersebut mengakibatkan Kasat Intel Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Ferikson Tampubolon terluka.
Ia dipukul oleh satu di antara pendemo hingga berdarah dan dibawa ke rumah sakit guna mendapat perawatan.
Jaleswari mengingatkan, jaminan kebebasan diberikan negara, tidak serta merta diartikan memperbolehkan adanya aksi demonstrasi yang disertai kekerasan, perusakan, dan penyerangan terhadap aparat yang melakukan pengamanan.
Baca juga: Forum Peduli Kawasan Biak Tolak Pembentukan DOB di Papua-Papua Barat
Ia menilai, penggunaan kekerasan terhadap aparat yang melarang pendemo melakukan aksi di ring satu Istana Negara telah menodai tujuan aksi itu sendiri.
"Apalagi saat itu bersamaan dengan waktu ibadah shalat Jumat," ujar Jaleswari.
Jaleswari juga membeberkan alasan kebijakan Daerah Otonomi Baru (DOB) di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Baca juga: Demo Tolak DOB Papua: Kronologi Massa Luapkan Emosi, Kejar dan Lempar Personel Polisi dengan Batu
Menurutnya, kebijakan tersebut menindaklanjuti aspirasi masyarakat yang menginginkan adanya pemerataan pembangunan dan pelayanan di Papua.
Selama ini, ungkap Jaleswari, pelayanan umum kependudukan dan lainnya hanya terpusat di ibukota Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
"Dengan adanya kebijakan DOB, ke depan dapat dibangun dan disebar pusat-pusat pelayanan di ibu kota provinsi-provinsi baru, tanpa ada kendala waktu, jarak, biaya, dan kesulitan transportasi," papar Jaleswari. (*)