ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Pemekaran Papua

Ruang Demokrasi Dibatasi, Polres dan Polresta Kompak Tolak Aksi Demo di Papua

Sebelum pelaksanaan demonstrasi di empat daerah tersebut, Polres dan Polresta telah mengeluarkan statemen penolakan penyampaian aspirasi aksi jalanan.

Editor: Gratianus Silas Anderson Abaa
Tribun-Papua.com/Hendrik Rewapatara
Suasana pendemo tolak DOB menduduk Jalan Raya Buper Waena, Kota Jayapura, Jumat (1/4/2022) 

TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA – Dalam dua hari, terjadi demonstrasi penolakan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) di 4 daerah di Papua.

Empat daerah tersebut antara lain, Nabire, Merauke, Kota Jayapura, dan Mimika.

Sebelum pelaksanaan demonstrasi di empat daerah tersebut, Polres dan Polresta telah mengeluarkan statemen penolakan penyampaian aspirasi aksi jalanan atau pengumpulan massa.

Seperti halnya Polresta Jayapura Kota tidak memberikan izin atas aksi yang dilakukan.

Meski demikian, aksi demo tetap dilakukan di Kota Jayapura.

Baca juga: Jhony Banua Rouw Minta Demonstran Penolak DOB dan Otsus Papua Sampaikan Aspirasi lewat Dialog 

Baca juga: Demo DOB di Jayapura akan Dibubarkan, Polisi: Masih Koordinasi!

Sama halnya Polres Nabire juga tak memberikan izin penyampaian aspirasi aksi jalanan atau pengumpulan massa, meskipun ruang demokrasi tetap diberikan bagi massa menyampaikan pernyataan sikap di kantor DPRD Nabire.

Di Merauke, aksi massa dibubarkan Polres Merauke.

Namun, ruang demokrasi tetap dibuka melalui jalur audiensi antara perwakilan demonstran dan DPRD Merauke.

Sedangkan di Mimika, aksi dibubarkan setelah Polres Mimika bernegosiasi dengan massa.

Polres dan Polresta kompak menolak penyampaian aspirasi aksi jalanan atau pengumpulan massa dengan dasar saat ini masih dalam pandemi Covid-19.

Selain itu, aksi yang dilakukan juga dapat menimbulkan kerugian seperti masyarakat lain terganggu melaksanakan aktivitas sehari-hari, terjadi kemacetan sehingga mengganggu masyarakat lain sebagai pengguna jalan, serta kegiatan yang dilakukan dapat disusupi kelompok-kelompok tertentu dengan misi atau agenda tertentu.

Makanya, masyarakat diharapkan jangan mau dihasut atau dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk kepentingan kelompok tertentu yang memiliki agenda-agenda lain.

Adapun sampaikan aspirasi secara keterwakilan sehingga tidak mengganggu aktivitas masyarakat lainnya.

Pembatasan Ruang Berdemokrasi

Progressive Democracy Watch (Prodewa) Papua menyoroti aksi menolak penyampaian aspirasi masyarakat yang dinilai malah membatasi ruang demokrasi.

“Masyarakat mempunyai jaminan atas perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan hak asasi setiap orang atas kebebasan mengeluarkan pendapat di muka umum secara konstitusional sesuai pasal 28E ayat (3) j.o. pasal 28I ayat (4) UUD 1945, bersamaan dengan kebebasan berserikat dan berkumpul,” jelas Direktur Eksekutif Prodewa Papua, Leonardus O Magai kepada Tribun-Papua.com.

Kata Leonardus, setiap hak asasi yang dijamin secara konstitusional pemanfaatannya dibatasi dengan undang-undang serta wajib dilaksanakan dengan tetap menghormati hak asasi orang lain (pasal 28J UUD 1945).

“Demikian, kedua substansi pada dua kalimat sebelumnya merupakan salah satu alasan bahwa Indonesia menerapkan sistem demokrasi konstitusional (constitutional democracy),” terangnya.

Leonardus menjelaskan, demokrasi bukan dalam arti tanpa batasan, tetapi diimplementasikan dengan beberapa pengecualian berdasarkan ketentuan konstitusi atau peraturan-perundang-undangan.

Maka, kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat merupakan konsekuensi atas dipilihnya sistem demokrasi.

Baca juga: Hindari Anarkis Soal Penolakan DOB, Ketua DPR Papua: Suarakan Aspirasi Melalui Dialog

Baca juga: Demo Tolak DOB Dibubarkan di Timika, Demonstran: Polisi Bukan Musuh Kami!

Baca juga: Jika Demo Tolak DOB Chaos, Polisi: Kordinator Aksi akan Ditangkap!

Hal tersebut mutlak harus dijadikan pola pikir (mindset) bagi polisi yang bertugas di Papua sepanjang ketentuan konstitusi tentang sistem demokrasi belum diubah.

“Polisi pada hakekatnya bertindak sebagai pengawal aspirasi rakyat bukan pembatas, polisi juga sebagai pengayom masyarakat tanpa memberikan tekanan dan batasan di ruang publik,” ujarnya.

Pada tataran tugas dan fungsi serta wewenang Polri melalui UU 2/2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, pada pasal 13 dan 14 di ayat 1, 2 dan 3, Kepolisian Negara Republik Indonesia secara jelas bertugas sebagai pengatur, penjaga, pengawal, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan dan menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan.

Leonardus juga secara khusus menyoroti larangan penyampaian aspirasi aksi jalanan atau pengumpulan massa di Nabire.

“Seharusnya polisi hanya menjaga, mengatur, mengawal rakyat serta patroli bila terjadi kemacetan, sehingga sangat tidak mungkin terjadi kemacetan di Nabire karena tidak terlalu banyak kendaraan di wilayah Nabire,” tambahnya.

“Dengan demikian, Prodewa Papua menilai pernyataan kepala kepolisian resor Nabire merupakan murni pembatasan ruang publik dan Demokrasi di Nabire khususnya dan umumnya di Provinsi Papua,” pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Papua
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved