Pemekaran Papua
Majelis Rakyat Papua: Tolak Pemekaran Wilayah karena Dilakukan Jakarta Sepihak
Majelis Rakyat Papua (MRP) menyatakan telah menyampaikan sikap menolak tegas pemekaran tiga provinsi baru di Papua, saat bertemu Presiden Joko Widodo.
TRIBUN-PAPUA.COM - Majelis Rakyat Papua (MRP) menyatakan telah menyampaikan sikap menolak tegas pemekaran tiga provinsi baru di Papua, saat bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Jakarta.
Ketua MRP Timotius Murib mengatakan, penolakan ini bukan hanya aspirasi MRP semata sebagai lembaga representasi kultural, melainkan juga orang asli Papua (OAP).
Presiden Jokowi menerima delegasi pimpinan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) di Istana Merdeka, pada Senin (25/4/2022).
Baca juga: Benarkah Megawati Tak Setuju Pemekaran Tiga Provinsi Baru di Papua? Begini Kata Peneliti BRIN
“Masyarakat OAP melakukan aksi penolakan dengan demo, disampaikan kepada pemerintah pusat. Itu juga sudah kami sampaikan ke Bapak Presiden,” ujar Timotius Murib dalam diskusi daring yang dihelat Public Virtue Institute, Rabu (27/4/2022).
Sebelumnya, DPR RI sudah mengesahkan rencana pembentukan 3 provinsi di Papua, yaitu Pegunungan Tengah, Papua Tengah, dan Papua Selatan,.
Tiga rancangan undang-undang (RUU) tersebut disebut sebagai inisiatif parlemen.
Rencana pemekaran ini ditempuh DPR dengan mengutak-atik mekanisme, diawali dengan revisi kedua atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat.
Melalui revisi kedua itu, DPR menetapkan bahwa pemekaran wilayah di Bumi Cenderawasih bisa dilakukan sepihak oleh Jakarta, dari yang sebelumnya harus atas persetujuan MRP dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).
Sudah begitu, revisi kedua yang dilakukan berkenaan dengan habisnya periode pertama otonomi khusus (otsus) itu tanpa partisipasi yang berarti dari orang Papua.
Baca juga: Pemekaran 3 Provinsi di Papua Dikhawatirkan Perburuk Situasi Kemanusiaan
“Artinya 3 Rancangan Undang-undang Daerah Otonomi Baru yang ditetapkan DPR adalah mekanisme yang salah, tidak mengikuti mekanisme. Oleh karenanya MRP minta kepada Bapak Presiden untuk segera tunda,” jelas Timotius.
Ia mengaku juga menyampaikan kepada Jokowi bahwa tidak ada urgensi pemekaran wilayah di Papua, apalagi jika dikait-kaitkan dengan cita-cita pemerataan ekonomi dan kesejahteraan.
Terlebih, Indonesia sebetulnya masih melakukan moratorium pemekaran wilayah/daerah otonom baru (DOB).
“Kita lihat 28 kabupaten dan kota di Provinsi Papua, ada PAD (pendapatan asli daerah) tidak? Kecuali Mimika karena di sana ada Freeport,” ujar dia.
“Kemudian soal sumber daya manusia. Kalau pemekaran jadi, jaminan hukum apa orang Papua dikasih kerja, dikasih sejahtera? Partisipasi orang asli Papua dalam pemekaran itu seperti apa, jaminan hukumnya apa, tidak jelas, tidak diatur, kemudian (Jakarta) menggebu-gebu melakukan pemekaran,” ungkap Timotius.
Dikhawatirkan Perburuk Situasi Kemanusiaan di Papua