ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Pilkada 2024

Pilkada Papua: Jalan Buntu PW dan BTM, 'Tiket Habis Doborong' Paslon Ini?

Mathius D Fakhiri yang masih menjabat Kapolda Papua itu diumumkan berpasangan dengan Aryoko Rumaropen oleh DPP partai Golkar.

Editor: Roy Ratumakin
Tribun-Papua.com/Istimewa
ILUSTRASI - Skema kotak kosong adalah seorang calon kandidat kepala daerah 'memborong partai' demi mengunci kemenangan pada Pilkada. 

Pakar hukum pemilu Universitas Indonesia, Titi Anggraini, memaparkan bahwa jumlah pasangan calon kepala daerah tunggal terus meningkat sejak Pilkada 2015 karena partai politik ingin memastikan kemenangan.

Sejak 2015, hanya ada satu pasangan calon tunggal yang keok, yakni Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi pada Pilkada Kota Makassar 2018.

Sisanya, pada Pilkada Serentak 2015, terdapat 3 dari 269 daerah dengan calon tunggal yang semuanya berhasil menang.

Pada 2018, 15 dari 16 pasangan calon tunggal meraup kemenangan.

Pada 2020, 25 pasangan calon tunggal yang berkontestasi melawan kotak kosong menyapu bersih kemenangan.

Titi menegaskan, selain orientasi partai politik yang ingin sedini mungkin mengunci kemenangan, ada banyak hambatan sistemik yang mencegah pilkada diwarnai banyak pasangan calon.

"Ada barrier to entry berupa makin beratnya syarat pencalonan, baik jalur perseorangan maupun partai politik," kata dia, Selasa (6/8/2024).

Ambil contoh, syarat dukungan minimal yang harus diajukan bakal pasangan calon kepala daerah nonpartai meningkat dari 3-6,5 persen ke 6,5-10 persen.

Dukungan berupa syarat KTP warga pendukung itu masih harus diverifikasi secara sensus oleh KPU.

Jika terbukti benar dan memenuhi syarat, baru lah pasangan calon tersebut memperoleh tiket resmi untuk mendaftarkan diri ke KPU.

Itu syarat calon independen. Pada calon yang diusung partai politik, persyaratan juga makin rumit.

Ada ambang batas pencalonan (threshold) yang juga naik, dari 15 persen kursi atau 15 persen suara sah pileg DPRD menjadi 20 persen kursi atau 25 persen suara sah hasil pileg DPRD.

Kerumitan persyaratan ini belum menghitung faktor hegemoni petahana yang dapat begitu menentukan konstelasi politik jelang pilkada.

"Petahana yang sangat kuat, lalu juga didorong oleh mesin politik yang dimiliki, membuat kemudian kecenderungan calon tunggal meningkat," kata Titi.

"Lebih dari 80 persen calon tunggal sejak 2015 sampai 2020 itu adalah petahana," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved