Nasional
Siasat Pemerintah Melawan Putusan MK Belum Berakhir, Dua Surat KPU ke DPR Bocor: Lihat Itu
Rakyat Indonesia juga mencurigai pernyataan DPR RI yang menyatakan membatalkan pengesahan RUU Pilkada dan mengikuti putusan MK tersebut.
Di hadapan Ketua KPU Mochammad Afifuddin serta anggota KPU, August Mellaz dan Yulianto Sudrajat, mereka meminta agar KPU melaksanakan putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 terkait ambang batas pencalonan dari partai politik atau gabungan partai untuk pilkada dan putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang penghitungan syarat usia calon sejak tanggal penetapan calon secara konsisten dan menyeluruh.
”Konsisten itu artinya seluruh isi dari putusan MK diadopsi tanpa kecuali, tidak lebih, dan tidak bukan dari apa yang sudah diputuskan oleh MK. Menyeluruh artinya, seluruh putusan MK diadopsi, atu tidak boleh parsial,” kata Titi.
Kekhawatiran bahwa Pilkada 2024 berjalan tidak sesuai dengan konstitusi karena hingga kini KPU belummengeluarkan revisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan di Pilkada.
Padahal, aturan itu menjadi acuan teknis dalam menindaklanjuti putusan MK dan digunakan sebagai dasar hukum saat KPU menerima pendaftaran calon pada 27-29 Agustus mendatang.
Kecurigaan kian terpantik karena di jagat maya dan aplikasi percakapan beredar foto undangan rapat konsinyering dan rapat dengar pendapat KPU dengan Komisi II DPR yang intinya pembahasan revisi tak akan menyelaraskan dengan putusan MK atau hanya salah satu putusan MK yang diadopsi.
Menanggapi kekhawatiran dari elemen masyarakat tersebut, Ketua KPU Mochammad Afifuddin menegaskan bakal mengadopsi putusan MK Nomor 60 dan 70 saat merevisi peraturan KPU.
”Kita ikuti putusan MK Nomor 60 dan 70,” tegasnya.
Sebagai bagian dari proses revisi itu, KPU memperhatikan mekanisme peraturan perundang-undangan yang ada.
Oleh karena itu, sebelum merevisi PKPU, KPU harus berkonsultasi dengan DPR pada Senin (26/8/2024) atau sehari sebelum hari pertama pendaftaran calon pilkada pada 27 Agustus 2024.

Konsultasi dengan DPR itu dianggap penting karena KPU pernah memiliki pengalaman pahit saat Pemilihan Presiden 2024, yakni ketika keputusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Persyaratan Usia Calon Presiden dan Wakil Presiden ditindaklanjuti tanpa konsultasi ke DPR dan pemerintah.
Hal itu berujung pada sanksi peringatan keras terakhir dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk komisioner KPU.
Putusan MK serta tindak lanjut dari KPU itu memicu polemik di masyarakat karena menjadi pintu gerbang bagi putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, untuk maju dalam pemilihan sebagai calon wakil presiden, mendampingi calon presiden Prabowo Subianto.
”Kami punya pengalaman dulu ada putusan MK dalam proses pilpres, dalam perjalanannya, kami tindak lanjuti. Tetapi, saat itu konsultasi tidak sempat dilakukan karena satu dan lain hal dan selanjutnya dalam aduan dan putusan DKPP, kami dinyatakan salah dan diberi peringatan keras terakhir,” ujar Afifuddin.
Baca juga: Hakim PN Jakarta Selatan Ini Ungkap Kaesang Urus Surat Keterangan untuk Maju di Pilkada Jateng 2024
Maka, KPU kali ini memutuskan untuk mengikuti prosedur yang seharusnya dilakukan, yakni berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR sebelum mengundangkan revisi PKPU.
Sikap KPU ini, menurut Titi, perlu diapresiasi. Namun, di sisi lain, masyarakat harus terus mengawasi mengingat pengumuman pencalonan pilkada mulai dilakukan pada Sabtu (24/8/2024).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.