ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Nasional

Desakan Pengesahan RUU PPRT Menguat dari Koalisi Masyarakat Sipil

Koalisi Masyarakat Sipil menyerukan kepada pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

Editor: Lidya Salmah
Tribunnews.com/Rahmat W. Nugraha
PENGESAHAN RUU PPRT - Koalisi Masyarakat Sipil mendesak pemerintah dan DPR mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Marthen LP Jenarut menyatakan RUU PPRT mendesak untuk disahkan, Jakarta, Jumat, (14/2/2025). Foto: Tribunnews.com/Rahmat W. Nugraha 

TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA-Koalisi Masyarakat Sipil menyerukan kepada pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

Sekretaris Eksekutif Komisi Keadilan dan Perdamaian, Pastoral Migran Perantau (KKPMP) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Marthen LP Jenarut, mengatakan pengesahan RUU PPRT merupakan hal mendesak. 

"Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga menjadi sesuatu yang sangat mendesak. Kenapa? Karena pekerja rumah tangga ini adalah kelompok yang rentan dan mereka gampang dimanipulasi, gampang menjadi korban kesewenang-wenangan, termasuk juga rentan untuk dieksploitasi," kata Romo Marthen dalam konferensi pers di kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Jum'at (14/2/2025). 

Baca juga: 14 Tahun RUU Perlindungan Masyarakat Adat Belum Disahkan, DPD RI Jadikan Prioritas 2025

Ia melanjutkan dalam kerentanan itulah maka dibutuhkan satu instrumen hukum yang bersifat mengikat supaya ada jaminan perlindungan. Sekaligus supaya harkat dan martabat mereka tetap ditegakkan.

"Kami mendesak kepada negara, mendesak kepada DPR RI untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga," ungkapnya. 

Sementara itu Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah, Ummu Salamah juga menyatakan hal serupa agar RUU PPRT segera disahkan. 

"Aisyah bersama organisasi masyarakat sipil lain telah berjuang selama hampir 2 dekade untuk mendorong pengesahan RUU PPRT namun hingga kini masih tertunda," ucap Salamah.

Baca juga: 159 Orang Ditahan dan 7 Jurnalis Alami Kekerasan oleh Aparat dalam Aksi Menolak RUU Pilkada

Ia menjelaskan memiliki data pendampingan hukum bagi PRT yang mengalami kekerasan. 

"Kami memiliki pos bantuan hukum yang tersebar di setiap wilayah. Organisasi ini telah mendampingi banyak PRT perempuan yang mengalami kekerasan, eksploitasi kerja, dan pemutusan hubungan kerja sepihak," terangnya. 

Atas hal tersebut, ia menunjukkan tanpa payung hukum yang kuat, PRT sulit mendapatkan keadilan. 

"Oleh karena itu, RUU PPRT menjadi kebutuhan yang mendesak," tegasnya. 

Staf Advokasi Jala PRT, Jumisih juga menyebut kekerasan yang dialami PRT terus bertambah. 

"Kita sudah 21 tahun hingga hari ini memperjuangkan hal ini. Saya ingin menyampaikan bahwa jumlah PRT di Indonesia itu sangat besar, lebih dari 4 juta PRT dan itu adalah angka manusia," ucapnya. 

Baca juga: Wartawan Papua Selatan Tolak RUU Penyiaran: Kebebasan Pers Terancam, Kebenaran Dibungkam!

Artinya kata Jumisih sebagai warga negara, PRT adalah warga negara yang berhak atas perlindungan hukum. Jadi secara konstitusi itu berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum. 

"Angka kekerasan itu terus bertambah dan karena itulah kita tidak ingin mendengar dan melihat dan menyaksikan ada kabar-kabar seperti itu (Kekerasan terhadap PRT) terus menerus. PRT menerima berbagai ragam kekerasan fisik, verbal, kekerasan ekonomi, kekerasan psikologis, bahkan kekerasan seksual," ungkapnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com 

Sumber: Tribun Papua
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved