ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

pelanggaran hukum

Rife Kerebea Cacat Permanen Setelah Menjadi Korban Pelanggaran Hukum Oleh Penegak Hukum

“Klien kami langsung ditembak di bagian kaki kirinya tak lama setelah penangkapan. Ia juga dipukuli, diancam akan dibunuh, bahkan dibuang dari helikop

|
Tribun-Papua.com/Noel Iman Untung Wenda
SUASANA SIDANG: Pelaksanaan Sidang terdakwa Refe Kerebea di Pengadilan Wamena, Selasa, (22/05/2025). Penasihat hukum Mersi F. Waromi, mengatakan penangkapan klainnya tidak hanya cacat prosedur, tetapi juga disertai kekerasan fisik yang serius yang mengakibatkan cacat fisik permanen. 

Laporan Wartawan Tribun-Papua.com,Noel Iman Untung Wenda

TRIBUN-PAPUA.COM,WAMENA - Proses hukum terhadap Rife Kerebea, seorang warga Kabupaten Nduga yang kini menjadi terdakwa dalam kasus dugaan pembunuhan berencana di Kali Ei, Distrik Seradala, Kabupaten Yahukimo, menuai sorotan tajam dari kuasa hukumnya. 

Mereka menuding adanya upaya kriminalisasi, penyiksaan, serta pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia selama proses penangkapan dan penyidikan.

Baca juga: Bupati Biak Numfor Lakukan Pengatapan Gedung Mess GKI di Tanah Papua

Rife Kerebea ditangkap pada 16 Agustus 2024 di rumahnya di Kenyam oleh aparat kepolisian dengan perlakuan yang dinilai tidak manusiawi. 

Kepala ditutup kain hitam, tangan diborgol, dan tanpa surat penangkapan atau penjelasan hukum, ia langsung dibawa oleh aparat bersenjata lengkap. Menurut penasihat hukum Mersi F. Waromi, S.H., penangkapan itu tidak hanya cacat prosedur, tetapi juga disertai kekerasan fisik yang serius.

“Klien kami langsung ditembak di bagian kaki kirinya tak lama setelah penangkapan. Ia juga dipukuli, diancam akan dibunuh, bahkan dibuang dari helikopter bila tidak mengaku terlibat dalam pembunuhan yang terjadi pada 16 Oktober 2023 di Yahukimo,” ujar Waromi dalam keterangan persnya kepada Tribun-Papua.com di Wamena, Kamis, (22/05/2025).

Baca juga: Disdikbud Kota Jayapura Mulai Latih Operator Menggunakan Aplikasi SPMB Untuk Jenjang SLTP

Waromi mengungkap bahwa selama proses interogasi, mulai dari Polres Nduga hingga pemindahan ke Timika, Rife tidak didampingi penasihat hukum dan dipaksa menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tanpa sempat membaca isi dokumen. 

"Hak-hak hukumnya dirampas sejak hari pertama. Bahkan pengacara baru hadir setelah interogasi selesai dilakukan," tambahnya.

Setelah sempat dirawat seadanya akibat luka tembak, Rife kemudian diterbangkan ke Jayapura pada 19 Agustus 2024 dan menjalani operasi atas desakan keluarga. Namun, pihak keluarga menilai pihak kepolisian tidak menunjukkan itikad baik dalam penanganan medis, sehingga operasi pun terlambat dilakukan. Kini, Rife mengalami cacat fisik yang mempengaruhi aktivitasnya secara permanen.

Baca juga: 35 Anggota DPRD Yahukimo Dilantik, Didimus Yahuli: Mari Bangun Daerah yang Sehat, Cerdas dan Mandiri

Proses hukum terhadap Rife Kerebea berlanjut ke pengadilan sejak 10 Februari 2025, dan telah melewati 12 kali persidangan di Pengadilan Negeri Wamena. Dalam tuntutannya pada 14 Mei 2025, Jaksa Penuntut Umum menjerat Rife dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan menuntut hukuman penjara selama 12 tahun.

Namun kuasa hukum menyatakan bahwa seluruh proses pembuktian di persidangan menunjukkan tidak adanya keterlibatan klien mereka dalam pembunuhan tersebut. Dari tiga orang saksi yang dihadirkan di persidangan, tidak satu pun menyatakan bahwa Rife Kerebea terlibat langsung dalam pembunuhan. Bahkan beberapa saksi hanya dibacakan keterangannya oleh Jaksa, tanpa kehadiran langsung di ruang sidang.

Barang bukti yang diajukan pun dinilai tidak memiliki kaitan langsung dengan terdakwa, antara lain satu sangkur, beberapa anak panah, satu unit handphone hangus terbakar, hingga aksesoris kepala. “Semua barang bukti itu tidak menunjukkan hubungan langsung dengan Rife Kerebea. Bahkan tidak ada visum yang diajukan untuk menguatkan tuduhan pembunuhan,” kata Waromi.

Baca juga: Papua Satu dari Tiga Provinsi di Indonesia yang Jalankan Program Genting

Dalam pembelaannya, tim kuasa hukum menjelaskan bahwa Rife Kerebea adalah seorang pendulang emas yang telah berada di lokasi sejak dua bulan sebelum kejadian. 

Ia juga tercatat sebagai aparat desa aktif sejak 2014. Pada saat peristiwa berdarah itu terjadi, Rife mengaku sedang mendulang emas di lokasi yang berbeda, walau masih dalam kawasan Kali El Yahukimo. Ia bahkan sempat menyelamatkan seorang non-Papua dari kekacauan yang terjadi saat itu.

“Rife bukan pelaku pembunuhan. Ia korban dari sistem hukum yang diskriminatif dan penuh intimidasi,” tegas Waromi.

Baca juga: Program Mandiri Sahabat Desa Menyasar 200 Keluarga Berisiko Stunting di Keerom

Halaman
12
Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved