ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Intan Jaya

Bupati Intan Jaya Diam Ketika Masyarakat Sipil Tertekan Praktik Militerisme

Martinus M Maisini kepada Tribun-Papua.com, Rabu, (29/10/2025) mengatakan pada Selasa, (28/10/2025) masyarakat

Tribun-Papua.com/Calvin Erari
INTAN JAYA - Intelektual Papua Tengah, Martinus M Maisini ketika wawancara, Rabu, (29/10/2025). Ia meminta bupati dan wakil bupati Intan Jaya tidak tinggal diam ketika masyarakat tertekan dengan praktik militerisme. 

Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Calvin Louis Erari

TRIBUN-PAPUA.COM, NABIRE – Tokoh intelektual Provinsi Papua Tengah, Martinus M Maisini minta bupati dan wakil bupati Intan Jaya tidak tinggal diam ketika masyarakat tertekan dengan praktik militerisme di wilayah itu.

Martinus M Maisini kepada Tribun-Papua.com, Rabu, (29/10/2025) mengatakan pada Selasa, (28/10/2025) masyarakat turun ke jalan untuk menyuarakan kekecewaan mereka terhadap pemerintahan yang terkesan tidak peduli terhadap mereka.

Baca juga: Jadwal Kapal Pelni Sorong-Nabire November 2025, Harga Tiket Mulai Rp323 Ribuan

"Karena sejak 2019 hingga 2025, warga sipil maupun TNI terus menjadi korban dalam konflik bersenjata," kata Martinus.

Ia mengharapkan bupati dan wakil menerima aspirasi masyarakat itu lalu dicarikan solusi dengan pemerintah provinsi dan pusat, guna mengakhiri ketakutan berkepanjangan yang menyelimuti masyarakat sipil. 

Baca juga: Rapat Pemuktahiran Data Hasil Pengawasan Inspektorat, Pemprov Papua Tandatangani Kesepakatan APIP

Menurut dia, bupati perlu menyampaikan permohonan maaf kepada pihak korban pembunuhan, termasuk yang mengungsi. 

“Perlu ada penyampaian permohonan maaf dari bupati kepada seluruh masyarakat Intan Jaya dan keluarga korban, maupun TNI yang gugur dalam tugas, supaya itu bisa obati rasa kekecewaan, dan tidak percaya rakyat kepada Negara," pungkasnya.

Sebelumnya ribuan masyarakat Intan Jaya yang sudah bosan dengan berbagai kebijakan yang tidak berpihak kepada mereka, menggelar aksi turun jalan menuntut keadilan yang hilang di atas tanah kelahiran mereka.

Baca juga: Dorong Pelaku Usaha OAP Melek Digital, Biro PBJ Papua Sosialisasikan E-Katalog Versi 6

Mereka menyuarakan berbagai tuntutan seperti pengusutan tuntas kasus Soanggama Berdarah atau penembakan 15 warga di sana. Oleh aparat TNI, 15 orang ini disebut sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) namun sebagian pihak meragukan pernyataan itu.

Massa juga meminta penarikan pasukan militer non organik dari Intan Jaya, dan penghentian praktik militerisasi di wilayah adat.

Mereka menolak eksploitasi tambang, mengecam kinerja Majelis Rakyat Papua (MRP) yang dianggap gagal melindungi masyarakat adat, serta menuntut penegakan hukum atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia.

Kemudian masyarakat meminta penetapan 15 Oktober sebagai hari peringatan tragedi Soanggama Berdarah yang dianggap mencerminkan penderitaan rakyat Intan Jaya.(*)

Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved