Pemilu 2024
Jangan Ada Lagi Korban, Beban Petugas Pemilu pada 2029 Dikurangi
Rentang 14-18 Februari 2024, total 71 petugas pemilu dari sisi KPU dan 13 dari sisi Bawaslu tutup usia dalam menjalani tugas.
Penulis: Lidya Salmah | Editor: Lidya Salmah
TRIBUN-PAPUA.COM - Tagihan kopi yang dibeli Firmansyah (20) cukup mencengangkan sehinggga membuatnya terkaget saat hendak membayar.
Kopi ini dibeli Firmansyah untuk menemani kerja para petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS 50, RW 04 Petamburan, Jakarta Pusat, Kamis (15/2/2024) dini hari.
Si Ketua KPPS tersentak: jumlah tagihan kopi itu melebihi anggaran.
Padahal, segelas kopi di warung itu dibanderol hanya Rp 4.000.
"Awalnya pesan saja dulu kan kopi ke warung, tahu-tahu pas mau bayar tagihannya Rp 200.000," ujar Firmansyah, Jumat (16/2/2024).
Ia mengaku hanya bisa geleng-geleng dan tertawa karena timnya kalap membeli kopi hingga 8-10 gelas per orang demi menahan kantuk saat bertugas mengawal penghitungan suara hingga subuh.
Baca juga: Kenapa Sistem Noken Masih Diterapkan Masyarakat Papua pada Pemilu 2024, Ini Maknanya!
Padahal, KPPS di TPS itu sudah bersiasat menghemat energi selama penghitungan suara berlangsung: tidur bergiliran di atas meja TPS yang tak terpakai.
Beban berat yang dialami Firmansyah cs boleh jadi jenaka.
Namun, di berbagai wilayah lain, kisah petugas KPPS justru diiringi lara dan duka.
Di salah satu TPS di Serpong, Pamulang, dan Pondok Aren, Tangerang Selatan, sedikitnya 4 petugas KPPS dan 1 petugas linmas pingsan mengawal penghitungan suara.
Di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, satu anggota KPPS mengalami gangguan kejiwaan yang dipengaruhi oleh gangguan tidur karena beban kerja.
"Kelelahan karena 3 hari tidak bisa tidur," kata psikiater RSUD Sumbawa, Komang Triyana Arya, Jumat (16/2/2024). Kematian turun drastis, tapi masih "terlalu banyak".
Berdasarkan data yang dihimpun KPU dan Bawaslu dalam rentang 14-18 Februari 2024, total 71 petugas pemilu dari sisi KPU dan 13 dari sisi Bawaslu tutup usia dalam menjalani tugas.
Tak hanya itu, sebanyak 4.567 petugas pemilu dari sisi KPU dan 1.322 dari sisi Bawaslu jatuh sakit dan mengalami perawatan.
Jumlah korban wafat turun signifikan dibandingkan tragedi Pemilu 2019--ketika itu sedikitnya 894 petugas pemilu gugur--tetapi pemerintah menganggap ini bukan pencapaian.
"Kisarannya 16 persen dari pemilu yang sebelumnya. Kami pemerintah, khususnya kami di Kementerian Kesehatan melihat satu nyawa saja buat kami sudah sangat banyak," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam jumpa pers, Senin (19/1/2024).
"Ada banyak masyarakat yang berduka. Kami berpikir bagaimana caranya bisa enggak kita turun lebih banyak lagi, kalau bisa tidak ada yang meninggal karena nyawa itu terlalu berharga," ujarnya.
Baca juga: Banyak Anggota KPPS Merauke Kelelahan, KPU Berikan Dukungan Kesehatan
Berangkat dari tragedi 2019, KPU coba menempuh beberapa terobosan untuk menekan beban kerja petugas pemilu, wabilkhusus petugas KPPS.
Misalnya, memberi batasan usia petugas KPPS maksimum 55 tahun, berkaca pada Pilkada Serentak 2020. KPU juga kini membolehkan formulir C.Hasil di TPS tak disalin manual, melainkan difotokopi untuk digandakan bagi saksi dan pengawas TPS. Setiap KPPS juga diberi bimbingan teknis, tak lagi hanya dua orang seperti Pemilu 2019 yang mengorbankan 894 petugas pemilu.
Sebelum mendaftar, petugas pemilu juga harus menyertakan surat keterangan sehat.
Namun, pada Pemilu 2024, dari hasil "screening" kesehatan terhadap 6,4 juta petugas pemilu, Kementerian Kesehatan mendapati sekitar 400.000 di antaranya memiliki riwayat penyakit berisiko tinggi.
Sayangnya, hal ini baru diketahui setelah mereka dinyatakan diterima pendaftarannya oleh KPU dan Bawaslu.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menyampaikan bahwa 34 persen petugas pemilu memiliki riwayat hipertensi, 26 persen jantung koroner, gagal ginjal kronis 8 persen, dan diabetes mellitus 3 persen.
Situasi ini riskan karena jam kerja para petugas pemilu sangat panjang dan nyaris nonstop dalam mempersiapkan pemungutan suara hingga mengawal penghitungan suara maksimum hingga pukul 12.00 keesokan harinya.
Satu lagi, niat KPU mempermudah kerja KPPS melalui penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap), justru jadi buah simalakama.
"Kelelahan juga terjadi karena menunggu lama di TPS akibat aplikasi Sirekap yang down sementara KPPS harus memfoto langsung dari formulir C.Hasil yang ada di TPS. Mereka belum bisa menutup TPS dan mengirimkan hasil ke PPK via PPS kalau foto C.Hasil belum terunggah di Sirekap," ungkap pakar hukum pemilu Universitas Indonesia, Titi Anggraini, Selasa (20/2/2024).
Para petugas KPPS mengamini. sistem anyar itu dinilai tak siap pakai.
Baca juga: Anggota KPPS Meninggal di Boven Digoel: Kelelahan
Firmansyah yang sudah menjadi anggota KPPS selama 4 kali pemilu digelar, menyebutnya sebagai biang keladi kelelahan petugas.
Ujung-ujungnya, mereka melakukan input data manual.
"Kali ini paling bikin capek karena Sirekap yang sistemnya jelek banget. Itu aplikasi terus-terusan menolak hasil scan foto formulir C. Tanpa Sirekap, bisa beres jam 00.00-01.00, tapi kemarin sampai harus saya paksa sudahi pukul 04.00," kata dia.
Teguh (26), petugas KPPS di TPS 054 Pulogebang, Jakarta Timur, berujar bahwa Sirekap membuatnya bekerja dua kali karena ia selalu dikeluarkan oleh sistem saat hendak mencoba mengunggah foto C.Hasil.
"Sebenarnya mempersulit karena ini enggak bisa sama sekali upload," ujarnya.
Beban masih terlalu berat Titi menilai, apa pun terobosan yang dilakukan, secara sistem desain pemilu serentak seperti Pemilu 2024 masih terlalu berat untuk para petugas pemilu.
Lima jenis pemilu dalam satu hari, yaitu pilpres, pileg DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD RI, dianggap membutuhkan waktu kerja yang lebih panjang dibandingkan saat ini.
Pasalnya, para petugas pemilu tak selalu diberi jalan mulus. Banyak problem teknis yang menambah beban kerja mereka dan memicu stres.
Beberapa kejadian seperti surat suara yang datang terlambat, kurang, atau tertukar dengan dapil (daerah pemilihan) lain membuat petugas harus menunggu dan menghabiskan waktu lebih lama.
Ini menambah tekanan kerja tersendiri untuk mereka.
Padahal, pemungutan suara hanya berlangsung enam jam, lalu dilanjut dengan penghitungan suara yang harus rampung maksimum dalam 23 jam.
"Selain itu, ada mesin pengganda yang tidak berfungsi membuat para petugas harus menyalin manual salinan (formulir) C.Hasil yang harus diberikan kepada setiap saksi, pengawas TPS, dan PPK melalui PPS yang hadir pada hari yang sama," jelas Titi.
Beberapa kejadian seperti surat suara yang datang terlambat, kurang, atau tertukar dengan dapil (daerah pemilihan) lain membuat petugas harus menunggu dan menghabiskan waktu lebih lama.
Baca juga: INI RINCIAN Gaji Anggota KPPS di Pemilu 2024
Ini menambah tekanan kerja tersendiri untuk mereka. Padahal, pemungutan suara hanya berlangsung enam jam, lalu dilanjut dengan penghitungan suara yang harus rampung maksimum dalam 23 jam.
"Selain itu, ada mesin pengganda yang tidak berfungsi membuat para petugas harus menyalin manual salinan (formulir) C.Hasil yang harus diberikan kepada setiap saksi, pengawas TPS, dan PPK melalui PPS yang hadir pada hari yang sama," jelas Titi.
"Itu langkah pertama pencegahan yang kami ingin lakukan agar mereka benar-benar saat nanti jadi petugas itu kondisinya sehat, sehingga kita bisa--kalau bisa--meng-nol-kan jumlah ini (petugas yang meninggal)," ungkapnya.
Ia juga menyinggung rencana supaya pada Pemilu 2029, petugas kesehatan dapat bersiaga lebih rutin untuk memeriksa kesehatan para petugas pemilu 6 jam sekali, mulai dari cek tekanan darah, denyut jantung, saturasi oksigen, atau para petugas dengan usia tua atau memiliki komorbid.
"Jadi enggak usah keburu sampai sakit, Karena bagaimana pun mencegah lebih baik daripada mengobati. Karena satu nyawa saja sudah kebanyakan, kalau bisa jangan ada lagi," tutupnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kurangi Beban Petugas Pemilu pada 2029, Jangan Ada Lagi Korban"
KPU Papua Pegunungan TUNDA Penetapan Kursi DPR, Ini Alasannya |
![]() |
---|
Tolak Pergantian Sepihak Anggota DPD Dapil Papua, Berikut Sikap Tegas Keluarga Besar Regina Muabuay |
![]() |
---|
Keluarga Regina Muabuay Minta KPU Akomodir Posisi DPD Terpilih Digantikan Perempuan Asli Papua |
![]() |
---|
Hari Ini Tiba di Jakarta, KPU Papua Pegunungan Serahkan Hasil Pleno |
![]() |
---|
KPU Papua Pegunungan Ungkap Kendala Penetapan DPRD, Ini Kata Daniel Jingga |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.