ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Aksi Massa di Senayan

159 Orang Ditahan dan 7 Jurnalis Alami Kekerasan oleh Aparat dalam Aksi Menolak RUU Pilkada

Selain wartwan Tempo, Kompas juga mengalami intimidasi oleh aparat untuk menghapus dokumentasi video pemeriksaan aparat terhadap pengunjuk rasa.

Tribun-Papua.com/Kompas
Mahasiswa dan polisi terlibat bentrokan dan aksi saling dorong saat unjuk rasa di Kantor DPRD Provinsi Jawa Tengah, Kota Semarang, Kamis (22/8/2024). Demosntrasi yang berlangsung di sejumlah daerah ini sebagai protes terhadap revisi Undang-Undang (UU) Pilkada yang dilakukan oleh Panitia Kerja (Panja) revisi UU Pilkada Badan Legislasi (Baleg) DPR. Mereka menuntut Presiden Joko Widodo untuk diturunkan dari jabatannya terkait beberapa keputusan politik kepentingannya. KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA 

Selain itu, Komnas HAM juga mendorong aparat penegak hukum segera membebaskan 159 peserta aksi yang ditahan saat berunjuk rasa.

Ke depan, Uli berharap aparat penegak hukum bisa memastikan kondusivitas unjuk rasa atas dasar penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan kebebasan berpendapat serta berekspresi sebagai wujud negara demokrasi.

Menurut Wakil Ketua Komisi Pengaduan Dewan Pers Tri Agung Kristanto, tindakan oknum aparat merupakan pelanggaran pidana karena menghalangi pekerjaan wartawan.

Baca juga: Bagaimana MK Memutuskan Perubahan Ambang Batas Pencalonan Pilkada? Begini Kronologisnya

 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menjamin hal tersebut.

Pasal 18 Ayat (1) UU Pers menyebutkan, menghalangi wartawan melaksanakan tugas jurnalistik dapat dipidana dua tahun penjara atau denda paling banyak Rp 500 juta.

”UU Pers ini juga mengatur bahwa setiap individu, organisasi, bahkan polisi, tidak boleh menghalangi kerja jurnalis untuk mendapat informasi. Wartawan yang dihalangi oleh siapa pun saat menjalankan tugasnya silakan mengadu kepada Dewan Pers,” kata Tri Agung.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menuturkan, sedikitnya tujuh jurnalis dari berbagai media mengalami tindakan represif polisi.

 Pemantauan tim Amnesty di lapangan, aparat menanggapi aksi demonstrasi menggunakan kekuatan yang berlebihan.

Suasana aksi unjuk rasa menolak revisi RUU Pilkada di depan Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (22/8/2024).KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN
Suasana aksi unjuk rasa menolak revisi RUU Pilkada di depan Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (22/8/2024).KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN (Tribun-Papua.com/Kompas)

Kekerasan yang dilakukan oleh aparat, kata Usman, bertentangan dengan Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan, Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.

 Aturan itu mengatur soal kewajiban dan tanggung jawab polisi untuk melindungi HAM dan menghargai prinsip praduga tidak bersalah.

Dalam pedoman pengendalian massa, secara terang mengatur bahwa polisi dilarang bersikap arogan, terpancing perilaku massa, melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai prosedur.

Selain itu, mereka juga tak boleh mengucapkan kata-kata kotor, melakukan pelecehan seksual, membawa senjata tajam dan peluru tajam, keluar dari formasi dan mengejar massa secara perseorangan, serta memaki pengunjuk rasa. (*)

Berita ini dioptimasi dari Kompas.id, silakan berlangganan.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved