Ibu Melahirkan Meninggal Dunia
Tiga RS di Jayapura Saling Bantah Tolak Irene Sokoy, Salahkan Sistem Rujukan dan Aturan BPJS
Apakah kalau kami mematuhi peraturan dari pemerintah kami salah?" Sekarang siapa yang mau disalahkan, Bhyangkara kah," ujarnya.
Penulis: Putri Nurjannah Kurita | Editor: Marius Frisson Yewun
Ringkasan Berita:
- Yowari: Klaim penanganan sesuai SOP, tetapi mengakui keterbatasan satu dokter spesialis kandungan aktif.
- Dian Harapan: Bantah menolak, menyatakan telah menginformasikan ruangan penuh dan spesialis cuti.
- Bhayangkara: Kritik Yowari karena tidak pakai sistem rujukan terpadu (SITR) dan menjelaskan aturan BPJS Kelas
- Inti Masalah: Tiga RS kompak bela diri, masalah utama ada pada kapasitas faskes dan kegagalan sistem rujukan.
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Putri Nurjannah Kurita
TRIBUN-PAPUA.COM, SENTANI - Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Yowari, Maryen Braweri, menegaskan bahwa penanganan terhadap pasien almarhumah Irene Sokoy telah dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku sebelum pasein dirujuk.
Maryen mengakui bahwa pelayanan dokter spesialis kandungan di RSUD Yowari saat ini hanya ditangani oleh satu dokter. Dari dua dokter yang dimiliki rumah sakit, seorang dokter sedang melanjutkan pendidikan dan baru akan kembali bertugas pada 2026.
“Kami memang memiliki dua dokter spesialis kandungan, namun salah satu sedang pendidikan. Jadi saat ini hanya satu dokter yang menangani pelayanan kehamilan di RSUD Yowari,” ujarnya saat dihubungi wartawan melalui telepon, belum lama ini.
Baca juga: Masuk Daftar Incaran, Polisi Jayawijaya Tangkap Bandar Ganja dan Ratusan Gram BB
Terkait kasus yang menimpa Irene Sokoy, Maryen menyebut bahwa pihaknya telah menjalankan prosedur sesuai mekanisme yang seharusnya.
“Penanganan dilakukan berdasarkan koordinasi perawat dengan dokter spesialis kandungan yang bertugas saat itu. Komunikasi dilakukan melalui telepon karena dokter kami tidak berada di Papua,” jelasnya.
Maryen mengatakan, pihak RSUD Yowari telah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua terkait kasus tersebut. Dari hasil koordinasi Dinkes Papua akan menurunkan tim untuk melakukan investigasi terhadap kasus ini sebelum hasilnya dilaporkan kepada Gubernur Papua.
Seiring dengan kejadian tersebut, pihak RSUD Yowari juga berupaya memperkuat layanan kesehatan dengan menambah tenaga dokter spesialis.
Baca juga: Rektor UNIBA Papua : Lulusan Harus Jadi Penolong, Bukan Pengepul Masalah
Maryen mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengusulkan penambahan dokter kepada Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura, serta Bupati Jayapura, Yunus Wonda.
“Kami sudah memiliki daftar nama dokter yang akan kami hubungi. Rencananya, Senin, (24/11) akan dilakukan penandatanganan kontrak kerja sesuai izin dari Bupati Jayapura,” katanya.
Penambahan tenaga medis ini tidak hanya difokuskan pada dokter kandungan, tetapi juga mencakup dokter spesialis bedah dan ortopedi.
“Langkah ini kami lakukan untuk meningkatkan pelayanan di RSUD Yowari sekaligus mencegah agar kasus serupa tidak terjadi lagi,".
Baca juga: Intip Daftar Harga Pohon Natal, Lampu, hingga Boneka Salju di Kota Dolar Mimika
Penolakan Pasien di RSUD Dian Harapan Sesuai SOP
Manajemen Rumah Sakit Dian Harapan (RSDH) Jayapura menegaskan bahwa mereka tidak pernah menolak pasien rujukan dari RSUD Yowari, seperti informasi yang beredar luas di media sosial.
Pihak rumah sakit menyampaikan bahwa sejak awal mereka telah memberikan edukasi mengenai kondisi layanan, ketersediaan dokter dan ruang perawatan kepada petugas RSUD Yowari sebelum pasien tiba.
Hal itu disampaikan dalam keterangan resmi yang dirilis pada 20 November 202. RSDH memaparkan secara rinci kronologi permintaan rujukan terhadap pasien Iren Sokoy (30) tahun, yang mengalami kondisi inpartu kala II lama dengan gawat janin.
Baca juga: 300 Pemuda Papua Dibina dalam KKR KINGMI Walak untuk Perubahan Gereja
Peristiwa bermula pada Senin, 17 November 2025, pukul 00.08 WIT, ketika petugas Kamar Bersalin RSUD Yowari menghubungi RSDH untuk merujuk pasien. Dokter jaga RSDH kemudian meminta konfirmasi ketersediaan dokter spesialis anastesi, ruang perawatan, serta dokumen SOAP rujukan.
Selanjutnya 00.16 WIT: RSUD Yowari mengirimkan foto surat pengantar ambulans. Pemeriksaan internal dilakukan oleh bidan jaga RSDH, yang menemukan bahwa ruang NICU telah terisi penuh oleh delapan bayi, ruang kebidanan juga penuh, dan dokter spesialis Obgyn sedang cuti.
Dokter spesialis anastesi mitra yang dapat dipanggil membutuhkan waktu koordinasi tambahan jika harus melakukan operasi darurat.
Setelah penjelasan diterima, pihak keluarga memutuskan melanjutkan rujukan ke rumah sakit lain. Dokter jaga kemudian menuliskan keterangan dalam surat pengantar ambulans sebelum kembali menangani pasien darurat lain yang sudah tiba lebih dulu.
Baca juga: Irene Sokoy Bukti Darurat Kesehatan Papua, Kadinkes Dihantam Kritik Kekacauan Rujukan
Situasi di IGD sempat semakin padat ketika seorang ibu melahirkan di dalam mobil, sehingga bidan RSDH meminta ambulans RSUD Yowari memajukan posisi mobil agar penanganan darurat bisa dilakukan. Ketika petugas RSDH hendak kembali ke ambulans RSUD Yowari, mobil tersebut sudah meninggalkan area rumah sakit.
Manajemen RSDH menegaskan bahwa seluruh prosedur telah dijalankan sesuai standar dan tidak ada unsur penolakan pasien.
Klarfikasi Rumah Sakit Bhayangkara
Kepala Rumah Sakit Bhayangkara AKBP Rommy Sebastian, lewat panggilan telepon Jumat (21/11/2025), menjelaskan pasien datang ke rumah sakit tanpa melalui sistem Aplikasi Sistem Rujukan Terintegrasi.
Rommy menanyakan kenapa RSUD Yowari tidak memakai sistem rujukan terpadu yang sudah diwajibkan jika akan merujuk pasiennya.
Baca juga: Harga Sembako di Pasar Sentral Mimika Jelang Natal Masih Normal
Menurutnya pasien langsung dirujuk beresiko karena rumah sakit rujukannya tidak mengetahui pasti keadaan pasien, mengonsumsi obat apa saja, diagnosanya seperti apa, sudah dapat perawatan apa, tetapi ini tidak dilakukan oleh RSUD Yowari.
Setelah ditolak di Rumah Sakit Dian Harapan dan RSUD Abepura, langsung dibawa ke Rumah Sakit Bhyangkara.
"Hanya kami yang memeriksa Tanda-Tanda Vital (TTV) pasien, pada saat keluarga mendaftar," ujarnya.
Rommy menjelaskan pasien merupakan anggota Penerima Bantuan Iuaran (PBI) Kelas 3, dimana peraturan BPJS Kesehatan tertulis bahwa pasien PBI Kelas 3 tidak dapat naik kelas. Petugas kemudian melakukan edukasi peraturan, apabila pasien dirawat maka masuk dalam aturan pasien umum.
Baca juga: Perluas Akses Pendidikan, 15 Mahasiswa STMIK Nabire Dapat KIP dari Senator Yorrys Raweyai
"Apakah kalau kami mematuhi peraturan dari pemerintah kami salah?" tanya dia.
"Sekarang siapa yang mau disalahkan, Bhyangkara kah," ujarnya.
Rommy membatah rumah sakit meminta biaya perawatan kepada keluarga pasien.
"Kami tidak pernah bicara ke pasien kalau mau dioperasi bayar Rp 3 juta, kalau mau dioperasi bayar Rp 4 juta, yang kami lakukan adalah mengedukasi karena PBI kamarnya penuh tidak bisa pindah kelas, karena itu peraturan pemerintah, ini bisanya pasien umum. SOP sudah kami laksanakan," jelasnya.
Baca juga: Sekolah Papua Harapan Hadir di Nabire, Gubernur Meki Nawipa: Wujud Kebangkitan SDM Papua Tengah
Tetapi, kata Rommy, pada akhirnya suami pasien memutuskan membawa pasien ke RSUD Jayapura. Rommy menegaskan bahwa rumah sebagai rumah sakit Polri tidak pernah meminta uang kepada pasien.
"Kenapa Dinas Kesehatan menyalahkan kami, Yowari menyalahkan kami, menolak pasien dan meminta uang sebelum melakukan tindakan. Ini perlu diluruskan kami tidak mungkin melakukan itu. Kalau memang pasien dalam kondisi darurat, kenapa pasien tidak bisa dilayani dengan cepat dari Yowari," ujarnya.
Hingga berita ini dinaikkan Tribun-Papua.com, belum mendapatkan informasi lebih lanjut dari RSUD Abepura. Artikel berita akan diperbaharui. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/papua/foto/bank/originals/3rssdupapua.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.