ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Pilkada Yalimo

FLASHBACK Pilkada Yalimo: Masyarakat Terdampak Konflik

Konflik politik di Kabupaten Yalimo sempat memanas saat MK mengabulkan gugatan Lakius Peyon-Nahum Mabel.

Editor: Roy Ratumakin
Humas Polda Papua
PSU YALIMO - Suasana pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Yalimo di Distrik Elelim, Rabu (26/1/2022). 

TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA – Konflik politik di Kabupaten Yalimo sempat memanas saat MK mengabulkan gugatan Lakius Peyon-Nahum Mabel untuk mendiskualifikasi pasangan Erdi Dabi-Jhon Wilil dari Pilkada Yalimo pada 29 Juni 2021.

MK juga memerintahkan KPU Yalimo melaksanakan pilkada ulang mulai dari tahapan pendaftaran peserta.

Erdi Dabi terjerat kasus hukum setelah terlibat insiden kecelakaan lalu lintas di Kota Jayapura pada 16 September 2020.

Pascaputusan MK tersebut, massa membakar beberapa kantor dan kios di Distrik Elelim pada Selasa (29/6/2021).

Baca juga: Pilkada Yalimo: 3 Kali Gugatan ke MK Hingga Masyarakat Jadi Korban

Sejumlah gedung pemerintah terbakar, di antaranya Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kantor BPMK, Kantor Dinas Perhubungan, Kantor Dinas Kesehatan, Kantor DPRD, Kantor Gakkumdu, dan Bank Papua.

Massa yang diduga pendukung pasangan Erdi Dabi-Jhon Wilil juga menutup akses jalan. Akibat aksi tersebut, kerugian materil diperkirakan mencapai Rp 324 miliar.

Melihat kondisi tersebut, Antropolog Universitas Cenderawasih Enrico Yori Kondologit mengaku terkejut dengan aksi massa di Yalimo.

Menurut Enrico yang sempat melakukan penelitian di Yalimo pada 2013, sebagian besar warga Yalimo yang merupakan masyarakat Suku Yali jarang terlibat dalam aksi perusakan karena cenderung bermusyawarah.
Namun karena ada unsur politik praktis, Enrico melihat masyarakat ikut terprovokasi.

"Masyarakat Yali sebenarnya secara kebudayaan mirip dengan warga pesisir, proses penyelesaian permasalahan atau sengketa biasanya lebih adem, tetapi tidak tahu kenapa ketika adat/budaya dimergerkan ke dalam politik praktis, dampaknya seperti sekarang ini," kata Enrico dikutip dari laman Kompas.com.

Baca juga: Hasil PSU Pilkada Yalimo Tak Diterima, Paslon Lakius Peyon-Nahum Mabel Gugat ke MK

"Padahal Suku Yali ini adalah orang-orang yang cepat beradaptasi dengan suku lain dan ramah. Jadi yang sedang terjadi penyelesaian konflik tidak dilakukan dengan pendekatan budaya, tetapi secara kekerasan yang sebenarnya bukan bagian dari budaya mereka," sambung Enrico.

Dengan sistem kesukuan dan kekerabatan yang sangat erat, terang Enrico, masyarakat Yali sama dengan suku lain di Papua, sangat terikat dengan tokoh yang dijadikan figur pemimpin.

Oleh karena itu, ketika sang pemimpin terkena masalah, maka dengan cepat masyarakat memberikan dukungan.

"Masyarakat hanya terprovokasi, mereka melihat seorang figur yang ketika figur tersebut mempunyai masalah maka masyarakat yang dibawah tanpa berpikir masalahnya seperti apa langsung terlibat aktif dalam kegiatan tersebut," katanya.

Baca juga: Awal Konflik Pilkada Yalimo: MK Diskualifikasi Pasangan Erdi-John Wilil

Ia pun melihat masih adanya potensi aksi massa jika MK kembali memutuskan pemungutan suara ulang (PSU) di Pilkada Yalimo.

Oleh karena itu, upaya pencegahan dengan pendekatan budaya harus dilakukan menjelang putusan MK.

"Kalau melihat dari rekam jejaknya, apabila MK kembali memutuskan PSU, saya rasa demikian (kembali terjadi aksi massa). Jadi kami juga mengusulkan supaya sebelum ada keputusan dari MK harus ada pendekatan budaya dulu jadi ketika MK keluarkan putusan maka masyarakat sudah bisa terima," kata Enrico. (*)

Pembangunan Terhenti

Sejak terjadi aksi massa di Distrik Elelim, aktivitas pemerintah dan masyarakat terhenti cukup lama karena massa memblokade jalan.

Hal ini yang kemudian disayangkan oleh Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Kabupaten Yalimo (HPKY) Gibson Wandik.

Ia menyebut, konflik politik berkepanjangan di Yalimo membuat masyarakat kesulitan mengakses layanan publik.

"Semua berhenti, sekolah tidak ada, yang sakit harus berobat ke Wamena atau Jayapura," kata Gibson yang saat ini berkuliah di Universitas Cenderawasih.

Baca juga: PSU Pilkada Yalimo Relatif Kondusif, Polda Papua: 1.500 Personel Diterjunkan

Ia masih bersyukur karena program bantuan biaya pendidikan masih tetap berjalan meski situasi di Yalimo belum kondusif.

Gibson pun meminta para elite politik dan aparatur pemerintahan untuk bersikap profesional.

Menurut dia, walau konflik politik tengah terjadi di Yalimo, tetapi roda pemerintahan harus tetap berjalan karena kedua hal tersebut adalah hal yang berbeda.

"Antara politik dan pemerintahan itu dua urusan berbeda, jadi seharusnya semua tetap berjalan karena masyarakat membutuhkan layanan," kata dia.

Baca juga: KPU Papua: Seluruh Komisioner Terjun Supervisi PSU Pilkada Yalimo

Gibson pun berharap konflik politik di Yalimo dapat segera selesai sehingga roda pembangunan dapat segera berjalan.

"Pembangunan dikorbankan karena politik, ini harus segera selesai," katanya.

Pendekatan Regulasi yang Masif

Apa yang terjadi di Yalimo, dianggap Anggota Komisioner Bawaslu Papua Ronald Manoach sebagai bentuk ketidakpahaman masyarakat terhadap regulasi pilkada. Konflik politik berkepanjangan di Yalimo, kataka dia, sebagai kasus pertama di Indonesia sehingga semua pihak terkait harus bisa melakukan evaluasi.

"Ini kasus pertama di Indonesia dan memang kami sudah menyarankan pada rapat evaluasi agar bersama Menkopolhukam agar semua pihak melakukan evaluasi dalam kaitan pendekatan regulasi agar jangan di 2024 tidak terjadi lagi hal yang sama," kata Ronald.

Ia berharap semua pihak terkait saling bahu membahu mengedepankan upaya pencegahan agar konflik yang terjadi di Yalimo tak terulang. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Pilkada Yalimo Tak Kunjung Usai, 3 Kali Gugatan di MK hingga Masyarakat Jadi Korban Konflik Politik

Sumber: Tribun Papua
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved