Sejarah
Ingat 11 Peneliti Ekspedisi Lorenz Disandera OPM Pimpinan Kelly Kwalik di Papua? Begini Kisahnya
Berita peristiwa penyanderaan lalu menggemparkan publik Tanah Air, kala itu. Tim Ekspedisi Lorentz berjumlah 11 orang itu terdiri dari WNA dan WNI.
"Saya minta ubi harus dapat ubi, bukan minta ubi dikasih ketela!," tutur Kelly Kwalik, seraya mengibaratkan kemerdekaan Papua mutlak tak boleh ditawar Indonesia.
Padahal sebelumnya, anggota OPM Daniel Yudas Kogoya yang menyandera awal belasan tersebut menampilkan sikap kompromis dan lunak dalam negosiasi.
Baca juga: Organisasi Papua Merdeka Layangkan Mosi Tidak Percaya terhadap Benny Wenda, Konflik Internal?
Hanya, Jenderal OPMM Kelly Kwalik mengambil langkah intervensi dan sikap keras kepala.
Kelly Kwalik meminta tebusan yakni menuntut kemerdekaan Papua baru sandera akan dibebaskan.
Hingga Mei 1996, sebelas sandera masih ditahan.
Penyanderaan memasuki hari ke-120. Beberapa di antaranya mulai terjangkit penyakit seperti malaria maupun tekanan psikis.

Operasi Militer Dimulai
Di Jakarta, Brigjen Prabowo Subianto yang kala itu menjabat Komandan Jenderal Kopassus mengusulkan agar para sandera dibebaskan lewat operasi militer.
Meski berisiko tinggi, pejabat TNI di Markas Besar menyetujui usulan menantu Presiden Soeharto tersebut.
Kamis, 9 Mei 1996, Kopassus menyiapkan operasi militer rahasia. Ada 800 pasukan TNI diterjunkan, bersenjatakan AK dan SSI.
Lima unit helikopter TNI AU diterbangkan mendropping pasukan guna penyekatan lokasi penyanderaan.
Sebanyak 200 prajurit di antaranya diterbangkan menggunakan helikopter yang disamarkan untuk warga sipil.
Kopassus Grup-5 Antiteror yang saat itu dipimpin Prabowo Subianto siap perang kontra OPM.
Group itu diisi Satgas Rajawali Yonif Linud 330 pimpinan Kapten Inf Agus Rochim yang bertugas di Timor-Timur.
Sebelumnya, mereka terbang ke Mapenduma, Kabupaten Nduga, Papua pada 7 Mei 1996.