ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Pemilu 2024

Mengapa SISTEM NOKEN Perlu Ditinjau?

Komisioner KPU Papua Pegunungan, Theo Kossay mengatakan, sudah saatnya perlu ditinjau pemberlakuan sistem noken pada pemungutan suara di Pemilu.

Editor: Roy Ratumakin
Tribun-Papua.com/Istimewa
Majelis Rakyat Papua (yang merupakan sebuah lembaga perwakilan untuk penduduk asli Papua) mengklaim bahwa suku-suku di wilayah adat Mee Pago dan La Pago sudah mempraktikkan sistem noken sejak lama. 

Apalagi kewenangannya yang otoritatif dapat mengalihkan perolehan suara kepada orang lain seperti keluarga dan relasi perkoncoannya, maka dipastikan terjadi kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).

Kedua, ada argumentasi bahwa sistem noken merupakan manifestasi dari nilai dan budaya setempat sebagai basis legitimasi sesuai amanat UU Otsus (UU No 21/2001 juncto UU No 2/2021) berciri kekhususan dan kekhasan Papua, teristimewa di wilayah Provinsi Papua Pegunungan dan Papua Tengah (Putusan Mahkamah Konstitusi No 31/PUU – XII/2014).

Baca juga: PAKAI SISTEM NOKEN, Pelaksanaan Pemilu 2024 Pada 4 TPS di Kampung Jaya Mukti Nabire Dihentikan

Selain itu dari studi antropologi tentang pola kepimpinan tradisional di Papua seperti tesis dari antropolog senior Uncen Prof Josh Mansoben (1994), terdapat empat pola kepimpinan (ondoafi, raja, bigman, dan campuran).

Di kalangan masyarakat Papua khususnya di pegunungan dikenal dengan pola kepemimpinan big man (orang besar atau kepala suku) serta sistem pengambilan keputusan musyawarah mufakat merupakan variabel kekhususan yang turut mendukung sistem noken.

Dengan kata lain corak seperti ini yang oleh Edward Aspinal & Ward Berenschot (2020) juga disebut demokrasi patronase.

Demokrasi model ini sebenarnya merupakan praktik umum di Indonesia bahkan di seluruh dunia tatkala menghadapi Pemilu. Demokrasi patronase diwarnai oleh politik klientelisme (klien).

Klientelisme terdapat hampir di seluruh tingkatan institusi termasuk partai politik yang dibayangi oleh jejaring informal dan personal yang melaluinya mengalir keuntungan material dan bantuan.

 

 

Contoh kasus apa yang diributkan dengan bantuan sosial (bansos) menjelang hari pencoblosan merupakan perwujudan dari praktik klientelisme dimaksud.

Di kalangan masyarakat Papua Pegunungan klientalisme dalam perspektif kultural khususnya mengacu pada corak kepimpinan tradisonal big man.

Bukan sekadar aspek dukungan material, namun lebih pada seorang kepala suku yang mampu memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan, mengayomi masyarakatnya (suku, marga) dan juga proses pengambilan keputusan dengan musyawarah-mufakat.

Peranan kepala suku sangat sentral dan dominan dalam pengambilan keputusan sehingga apa yang diputuskan oleh kepala suku itulah yang menjadi pedoman masyarakat untuk menjatuhkan pilihannnya.

Dua perspektif yang berbeda dengan argumetasinya masing-masing tapi tujuannya agar masyarakat dapat menyalurkan hak dan aspirasi politiknya melalui sistem Pemilu yang demokratis dan bermartabat tanpa mengenyampingkan kekhususan dan kekhasan nilai dan budaya lokal.

Baca juga: Pemilu 2024 di Kabupaten Jayawijaya, Sebagian Besar TPS Terapkan Sistem Noken

Demokrasi Deliberatif dan Pendidikan Politik

Halaman
123
Sumber: Tribun Papua
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved