ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Ibu Melahirkan Meninggal Dunia

Nyawa Ibu Hamil di Papua Tak Seharga Administrasi, 4 RS di Jayapura Bisa Dipidana 

Thomas menilai kasus tersebut sebagai tragedi yang tidak hanya memalukan, tetapi juga mengoyak rasa kemanusiaan di Tanah Papua.

|
Tribun-Papua.com/Yulianus Magai
KEMATIAN IRENE SOKOY - Direktur Eksekutif Papuan Observatory for Human Rights (POHR), Thomas Ch. Syufi, saat memberikan keterangan soal petugas medis maupun pihak rumah sakit yang menolak memberikan pelayanan kepada pasien hingga menyebabkan kematian dapat diproses secara pidana maupun perdata. 

Ringkasan Berita:
  • Ditolak 4 RS: Ibu hamil (Irene Sokoy) dan bayi meninggal setelah ditolak oleh empat rumah sakit di Jayapura.
  • Pelanggaran HAM Berat: POHR menilai penolakan karena alasan administrasi sebagai kejahatan kemanusiaan.
  • RS Terancam Pidana: Petugas dan 4 RS terancam tuntutan Pidana dan Perdata atas pembiaran nyawa.
  • Tuntut Evaluasi Total: Mendesak pemerintah segera mereformasi total layanan kesehatan di Papua.

 

Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Yulianus Magai 

TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Direktur Eksekutif Papuan Observatory for Human Rights (POHR), Thomas Ch. Syufi, menegaskan bahwa petugas medis maupun pihak rumah sakit yang menolak memberikan pelayanan kepada pasien hingga menyebabkan kematian dapat diproses secara pidana maupun perdata. 

Hal itu disampaikan Thomas kepada Tribun-Papua.com, Senin, (24/11/2025), menanggapi kasus kematian Irene Sokoy (32) bersama bayi dalam kandungan setelah ditolak oleh empat rumah sakit di Jayapura yaitu RSUD Yowari, RS Dian Harapan, RSUD Abepura, dan RS Bhayangkara.

Thomas menilai kasus tersebut sebagai tragedi yang tidak hanya memalukan, tetapi juga mengoyak rasa kemanusiaan di Tanah Papua.

Baca juga: RSUD Yowari Berbenah, Perbaiki Layanan Rujukan dan Kerja Sama Antar Rumah Sakit di Jayapura 

“Ini tragedi yang tidak bisa ditolerir dengan alasan apa pun. Ini kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara melalui institusi pelayanan kesehatan,” tegas Thomas.

Menurutnya, penolakan pelayanan terhadap pasien dalam kondisi kritis apalagi ibu hamil adalah bukti bobroknya manajemen rumah sakit dan hilangnya nilai kemanusiaan petugas kesehatan.

Thomas menyebut bahwa alasan administrasi yang digunakan rumah sakit untuk menolak Irene Sokoy tidak memiliki nilai pembenaran. 

Baca juga: APBD Mimika 2026 Merosot Lebih dari Rp 1 Triliun, Bupati Rettob Ambil Langkah Ini

“Fasilitas dan administrasi tidak ada nilainya dibandingkan nyawa manusia. Ini pelanggaran asas tertinggi dalam hukum kesehatan salus aegroti suprema lex keselamatan pasien adalah hukum tertinggi,” ujarnya. 

Ia menambahkan, ketika berhadapan dengan kondisi darurat yang menyangkut nyawa, semua aturan administratif harus tunduk pada nilai kemanusiaan. 

Irene Sokoy dan bayinya meninggal pada 17 November 2025. Thomas menegaskan bahwa kematian ini menunjukkan kegagalan negara dalam memenuhi kewajiban konstitusional. 

Baca juga: Polda Papua Usut Dugaan Pelanggaran Pelayanan di RS Bhayangkara Pasca-meninggalnya Irene Sokoy

Ia mengutip Deklarasi HAM PBB, Komentar Umum No. 14 Komite Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya PBB, serta UUD 1945 Pasal 28H dan Pasal 34 ayat (3), yang seluruhnya menjamin hak atas layanan kesehatan. 

Thomas menyebut tragedi ini bukan satu-satunya kasus di Papua. Ia menyinggung kematian bocah Ais Utasad (4) pada 2024 yang juga diduga akibat pelayanan kesehatan yang buruk. 

“Miris, orang Papua selalu disepelekan haknya, termasuk hak untuk hidup dan mendapatkan layanan kesehatan yang layak," katanya.

Baca juga: Kantor Kejati Papua Tengah Bakal Dibangun di Nabire

Thomas menegaskan perlunya langkah hukum tegas terhadap empat rumah sakit tersebut. Menurutnya, keluarga Irene dapat menempuh dua jalur hukum: 

Sumber: Tribun Papua
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved